top of page

Menjadi orang tua optimis yang realistis

Gelas setengah penuh atau setengah kosong? Pertanyaan klasik yang acapkali digunakan untuk mengetahui cara pandang seseorang terhadap suatu situasi dan kondisi. Konon jawaban setengah penuh mencerminkan orang yang cenderung optimis, sebaliknya setengah kosong adalah cerminan orang yang cenderung pesimis.


Orang optimis cenderung melihat kemungkinan terbaik yang akan terjadi. Sebaliknya orang pesimis cenderung melihat kemungkinan buruk yang akan terjadi. Selain aspek kemungkinan, ada juga cara pandang seperti pertanyaan gelas setengah penuh atau setengah kosong.


Optimis atau pesimis, keduanya tidak ada yang salah. Seseorang bebas memilih menjadi optimistis atau pesimistis selama itu pilihan pribadi dan merasa nyaman atas pilihan serta konsekuensinya. Menjadi salah apabila salah satu memaksakan pandangannya pada pihak lain.


Banyak studi yang menyatakan bahwa optimisme memiliki lebih banyak manfaat dibandingkan dengan pesimisme. Namun studi lain menyatakan bahwa pesimisme juga berdampak baik bagi individu, lalu manakah yang harus kita adopsi?


Coba ingat pada waktu akan berlibur, katakanlah liburan ke Bali, perasaan senang dan antusias membayangkan pantai yang menanti, atraksi tari kecak, kuliner khas Bali, menikmati pemandangan di Ubud atau Kintamani. Perasaan ini memberi energi dan gairah untuk bergerak, tentu sensasi ini sangat menyenangkan untuk dialami. Sebaliknya apabila sewaktu akan pergi liburan, muncul pikiran kalo nanti kegulung ombak gimana? Kalo makanannya ga cocok gimana? Kalo hotelnya jelek gimana? Kalo sampe pantai terus hujan? Dan segala pikiran ini muncul, apakah pikiran ini memberi energi dan gairah? Kebanyakan orang sepakat bahwa membayangkan hal buruk bisa menurunkan kadar energi, sebaliknya hal baik dan positif akan meningkatkan level energi pada diri.


Tentu tidak ada yang salah dari simulasi persepsi diatas, toh bisa jadi kok makanannya tidak cocok. Mari pertemukan kedua bentuk pikiran ini ke alam konkrit. Oleh karena itu muncullah konsep realistis, sehingga tidak ada prasangka terhadap salah satu cara pandang baik itu optimistis maupun pesimistis.


Individu yang realistis melihat data, fakta, dan kenyataan yang ada. Pada kondisi gelas setengah terisi atau kosong, kenyataannya adalah airnya ada setengah gelas. Pada kondisi liburan ke Bali, kenyataanya adalah akan liburan ke Pulau Bali. Kenyataan ini tidak dapat dibantah oleh orang yang optimis ataupun pesimis.


Menjadi optimis tetapi realistis sangat mungkin dilakukan, hal ini membantu mengasah logika bahkan mengajak orang lain untuk dapat berpikir optimis dan mengangkat derajat optimisme orang lain. Sehingga mendapatkan energi dari optimisme namun tetap berpijak pada kenyataan dan tetap terbuka pada segala kemungkinan, sehingga rencana antisipatif bisa disiapkan.





Optimis Realistis


Melihat kenyataan yang ada, membantu seseorang untuk melatih logika berpikir dan membuka ruang kemungkinan yang lebih luas, serta menguatkan kadar optimisme seseorang dari waktu ke waktu.


Dr. Seligman memperkenalkan konsep learned optimism, bahwa optimisme dapat dipelajari dan dilatih sehingga otot optimisme seseorang semakin kuat. Ada tiga cara yang bisa dilakukan untuk melatih otot optimisme namun tetap realistis :


1. Melihat hal baik yang sudah kita lakukan

Berikan kesempatan pada diri untuk melihat hal baik dan kontribusi positif yang sudah kita berikan untuk diri, keluarga, teman, dan lingkungan. Pekerjaan yang selesai tepat waktu, aktivitas bermain Bersama anak, saran kepada teman, donasi, kehadiran yang memberi kebahagiaan pada orang tua. Mari kita lihat hal baik yang kadangkala luput dari pandangan kita, sehingga memberi rasa berharga pada diri sendiri.


2. Melihat hal baik yang ada di sekeliling kita

Jika sebelumnya kita melihat kontribusi positif kita, maka berikutnya adalah melihat hal baik yang ada di sekeliling kita. Pekerjaan yang kita miliki, bisnis yang relative masih berjalan, keluarga yang mendukung, anak yang lucu, Kesehatan yang baik, dan hal baik lainnya yang ada di sekeliling. Hal ini menjadikan seseorang lebih mensyukuri hidupnya.


3. Fokus pada solusi

Seringkali kita dihadapkan pada situasi dan kondisi yang sulit, lengkap dengan orang yang juga berpikiran pesimis. Hal ini berpotensi menimbulkan konflik, baik internal maupun eksternal. Daripada berkonflik mari mencari solusi atas situasi sulit yang sedang dihadapi. Jika kita harus berlibur ke Bali dengan orang yang pesimis, lalu memiliki banyak kekhawatiran, berikan solusi atas kekhawatirannya. Jika mendapat masalah dalam keluarga atau pekerjaan, mari kita gunakan energi dan waktu kita untuk mencari solusi agar masalah yang dihadapi segera selesai. Semakin banyak situasi dan kondisi sulit yang diselesaikan semakin tinggi pula keyakinan diri kita bahwa diri kita mampu sehingga kita akan semakin kuat dari waktu ke waktu.


Cara pandang optimis realistis adalah keterampilan, semakin sering dilakukan tentu akan semakin mahir. Mari tingkatkan kadar optimisme dan berikan vibe menyenangkan pada keluarga, teman, dan lingkungan dengan melatih optimisme kita.





10 views0 comments

Recent Posts

See All
bottom of page